Industri hiburan di Korea Selatan yang gaungnya mulai
menyebar ke seluruh penjuru dunia setidaknya dalam 5 tahun belakang ini,
ternyata tidak disertai dengan tingginya penghasilan dari para artis yang
berkecimpung di dalamnya. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah besarnya pajak
yang diberikan para artis tersebut pada tahun 2016 lalu yang datanya baru saja
dirilis salah satu media di sana. Berikut perhitunganya:
Pada tahun lalu terdapat 15,423 aktor yang membayar pajak
dengan rata-rata pendapatan setahun sekitar 767 juta Rupiah (68 juta Won). Dari
angka tersebut 90% aktor memiliki pendapatan rata-rata 80 juta Rupiah (7 juta
Won) setahun. Jika dibagi perbulan maka rata-rata pendapatan mereka hanya 6.5
juta per bulan (580 ribu Won)!
Sedangkan 10% sisanya bisa menghasilkan 4 miliar Rupiah (367
juta Won) setahun atau 300 juta Rupiah perbulan.
Pada industri musik sendiri 10% dari musisi bisa
mengumpulkan pendapatan hingga 7 miliar Rupiah (640 juta Won) dalam setahun.
Sedangkan 90% sisanya hanya mimiliki pendapatan 90 juta Rupiah (8 juta Won)
dalam setahun atau kira-kira 7.5 juta perbulan.
Selanjutnya terdapat perbandingan pendapatan pada industri
musik, dimana artis pria memiliki pendapatan 2.4 kali lebih besar dibandingkan
artis wanita. Perbandingan lainnya ialah 1% (38 orang) artis pria dengan pendapatan
tertinggi memiliki penghasilan 2 kali lebih besar jika dibandingkan dengan 1%
(7 orang) artis wanita.
Bisa disimpulkan juga industri musik sedikit lebih
menguntungkan dari industri peran. Namun kenapa 90% dari mereka memiliki
pendapatan setara dengan gaji orang kantoran di Jakarta, padahal popularitas
mereka belakangan sudah mulai mendunia? Mungkin jawabannya ada pada kata piracy
atau pembajakan.
Kita ambil contoh dari kasus Running Man, dimana variety
show yang sudah berumur 7 tahun itu sangat terkenal terutama diantara fans
Internasional, namun belakangan ratingnya sangat jeblok dibandingkan
acara-acara yang sama pada hari Minggu sore di Korea Selatan.
Sebanyak apapun orang yang menonton Running Man dari
Kshownow, namun jika rating acara tersebut tidak kunjung membaik, maka acara
tersebut bisa dikatakan gagal karena hingga saat ini sebuah acara Televisi
masih berpacu kepada rating. Rating jeblok bisa mengakibatkan semakin sedikit
iklan yang akan masuk ke acara tersebut dan tentunya berpengaruh kepada pendapatan
dari SBS yang juga harus bertanggung jawab membayar Yoo Jae Suk dkk.
Mungkin hal ini juga yang menyebabkan kenapa pendapatan di industri peran lebih sedikit dibanding dengan industri musik. Para aktor dan aktris
hanya bisa mengandalkan rating dari siaran Televisi lokal, yang berarti hanya
bisa bertumpu pada penonton yang berada di Korea Selatan yang jumlah penduduknya tidak seberapa. Sedangkan di Industri
musik, para fans internasional dapat turut berpartisipasi untuk memperkaya para
artis karena bisa membeli langsung lagu-lagu, merchandise hingga datang ke
konser-konser mereka.
Untuk mengakali hal tersbut, salah satu hal yang bisa
diakali stasiun tv di Korea Selatan adalah menjual hak siar drama/variety show
tersebut ke negara-negara yang potensial, seperti kasus Descendent of the Sun
yang juga hadir di RCTI tahun lalu.
Namun itu hanya satu cerita, sedangkan setiap tahunnya terus
muncul ratusan artis Kpop yang menjual karyanya maupun aktor yang harus mencari
sesuap nasi dari satu drama televisi ke drama televisi lainnya.
No comments:
Post a Comment